A. Awal munculnya Aliran
Asy’ariyah
Nama Al-Asy’ariyah diambil dari
nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang dilahirkan dikota Bashrah
(Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh
Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu
lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazillah
dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist.
Ketika berumur 40 tahun, dia
bersembunyi dirumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut. Pada hari
jum’at dia naik mimbar dimasjid Bashrah secara resmi dan menyatakan
pendiriannya keluar dari Mu’tazillah. Pernyataan tersebut adalah: “wahai
masyarakat, barang siapa mengenal aku, sungguh dia telah mengenalku, barang
siapa yang tidak mengenalku, maka aku mengenal diri sendiri. Aku adalah fulan
bin fulan, dahulu aku berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, bahwa
sesungguhnya Allah tidak melihat dengan mata, maka perbuatan–perbuatan jelek
aku sendiri yang yang membuatnya. Aku bertaubat, bertaubat dan mencabut
paham-paham Mu’tazillah dan keluar daripadanya.
Al-Asy’ari menulis tidak kurang
dari 90 kitab dalam berbagai lapangan yang bisa dibaca oleh orang banyak. dia
menolak pendapat Aristoteles, golongan jahamiyah dan golongan murji’ah. Akan
tetapi fokus kegiatan Al-Asy’ari adalah ditujukan pada orang-orang Mu’tazilah
seperti Ali Al-Jubai, Abul Hudzail dan lain-lain.
Contoh perdebatan antara Imam
Al-asy’ary dengan Abu Ali Al-Jubai:
- Abu Hasan Al-Asy’ary bertanya: Bagaimana menurut pendapatmu tentang tiga orang yang meninggal dalam keadaan berlainan, mukmin, kafir dan anak kecil.
- Al-Jubai: Orang Mukmin adalah Ahli Surga, orang kafir masuk neraka dan anak kecil selamat dari neraka.
- Al-Asy’ari: Apabila anak kecil itu ingin meningkat masuk surga, artinya sesudah meninggalnya dalam keadaan masih kecil, apakah itu mungkin?
- Al-Jubai: Tidak mungkin bahkan dikatakan kepadanya bahwa surga itu dapat dicapai dengan taat kepada Allah, sedangkan Engkau (anak kecil) belum beramal seperti itu.
- Al-Asy’ari: Seandainya anak itu menjawab memang aku tidak taat. seandainya aku dihidupkan sampai dewasa, tentu aku beramal taat seperti amalnya orang mukmin.
- Allah menjawab: Aku mengetahui bahwa seandainya engkau sampai umur dewasa, niscaya engkau bermaksiat dan engkau disiksa. Karena itu Aku menjaga kebaikanmu. Aku mematikan mu sebelum engkau mencapai umur dewasa.
- Al-Asy’ari: seandainya si kafir itu bertanya: Engkau telah mengetahui keadaanku sebagaimana juga mengetahui keadaannya, mengapa engkau tidak menjaga kemashlahatanku, sepertinya? Maka Al-Jubai diam saja, tidak meneruskan jawabannya .
B. Paham Asy’ariyah
Paham kaum Asy’ariyah berlawanan
dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah itu
mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di
singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui
bagaimana cara dan batasnya)
Aliran Asy’arimengatakan juga
bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari
menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai
wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat .
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan dalil Asy’ariyah untuk menyakinkan pendapatnya adalah:
1. QS. Ar-Rum ayat 25
Artinya : Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya.
kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu
(juga) kamu keluar (dari kubur). (QS. Ar-Rum ayat 25)
2.QS Yasiin ayat 82
Artinya : Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS Yasiin ayat 82).
3. QS Al-A’raaf ayat 54
Artinya : Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta
alam. (QS Al-A’raaf ayat 54).
4. QS Al-Kahfi ayat 109
Artinya : Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (QS Al-Kahfi ayat 109).
5. QS Al-Mukmin ayat 16
Artinya :(yaitu) hari
(ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan mereka yang
tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah
kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha
Mengalahkan. (QS Al-Mukmin ayat 16).
C. Perkembangan Aliran
Asy’ariyah
Aliran ini termasuk cepat
berkembang dan mendapat dukungan luas dikalangan sebelum meninggalnya pendiri
Aliran Asy’aiyah itu sendiri yaitu Imam Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari,
yang wafat pada tahun 324 H/934 M.
Sepeninggalnya Al-Asy’ari sendiri
mengalami perkembangan dan perubahan yang cepat karena pada akhirnya Asy’ariyah
lebih condong kepada segi akal pikiran murni dari pada dalil nash.
D. Penyebab keluarnya
Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah
Penyebab keluarnya Al-Asy’ari
dari aliran mu’tazillah antara lain:
- Pengakuan Al-Asy’ari telah bertemu Rasulullah SAW sebanyak 3 kali. yakni pada malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. dalam mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazillah .
- Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilahdalam soal – soal perdebatan yang telah ditulis diatas.
- Karena kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran Mu’tazillah maka akan terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin yang bisa melemahkan mereka
Al-Asy’ari sebagai orang yang
pernah menganut paham Mu’tazillah, tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian
akal dan argumentasi pikiran. ia menentang dengan kerasnya mereka yang
mengatakan bahwa akal pikiran dalam agama atau membahas soal-soal yang tidak
pernah disinggung oleh Rasulullah merupakan suatu kesalahan.
Dalam hal ini ia juga mengingkari
orang yang berlebihan menghargai akal pikiran, karena tidak mengakui
sifat-sifat Tuhan.
Beberapa pendapat Al-Asy’ari
adalah tentang :
1. Sifat.
Al-Asy’ari mengakui sifat-sifat
Tuhan (Wujud, qidam, baqa, wahdania, sama’, basyar, dll), sesuai dengan czat
Tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sufat – sifat makhluk. Tuhan
dapat mendengar tetapi tidak seperti kita, mendengar dan seterusnya.
2. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan
manusia.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa
manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh
sesuatu perbuatan.
3. Melihat Tuhan pada hari
kiamat.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Tuhan
dapat dilihat, tetapi tidak menuntut cara tertentu dan tidak pula arah
tertentu. Al-Maturidi mengatakan juga bahwa manusia dapat melihat Tuhan .
Firman Allah dalam QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23:
Artinya :
22. Wajah-wajah (orang-orang
mukmin) pada hari itu berseri-seri.
23. Kepada Tuhannyalah mereka
melihat. (QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23)
4. Dosa besar
Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang
mukmin yang mengesakan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan
diampuni-Nya dan langsung masuk syurga atau akan dijatuhi siksa karena
kefasikannya, tetapi dimasukkan-Nya kedalam surga .
F. Ciri-ciri Penganut Aliran Asy’ariyah
Ciri-ciri orang yang menganut
aliran Asy’ariyah adalah sebagai berikut:
- Mereka berpikir sesuai dengan Undang-Undang alam dan mereka juga mempelajari ajaran itu.
- Iman adalah membenarkan dengan hati, amal perbuatan adalah kewajiban untuk berbaut baik dan terbaik bagi manusia. dan mereka tidak mengkafirkan orang yang berdosa besar.
- Kehadiran Tuhan dalam konsep Asy’ariyah terletak pada kehendak mutlak-Nya.
G. Tokoh-tokoh Aliran
Asy’ariyah
1. Al-Baqillani
Namanya Abu Bakar Muhammad bin
Tayib, diduga kelahiran kota
Basrah, tempat kelahiran gurunya, yaitu Al-Asy’ari. ia terkenal cerdas otaknya,
simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama.
Al-Baqillani mengambil teori atom
yang telah dibicarakan oleh aliran mu’tazillah sebagai dasar penetapan
kekuasaan Tuhan yang tak terbatas. Jauhar adalah suatu hal yang mungkin,
artinya bisa wujud dan bisa tidak, seperti halnya aradh. dan menurutnya
tiap-tiap aradh mempunyai lawan aradh pula. Disinilah terjadi mukjizat itu
karena mukjizat tidak lain hanyalah penyimpangan dari kebiasaan.
2. Al-Juwaini
Namanya Abdul Ma’ali bin
Abdillah, dilahirkan di Naisabur (Iran),
kemudian setelah besar pergi kekota Mu’askar dan akhirnya tinggal di kota Bagdad. kegiatan
ilmiahnya meliputi ushul fiqh dan teologi islam.
Empat hal yang berlaku pada kedua
alam tersebut, alam yang tidak dapat disaksikan dengan alam yang dapat
disaksikan, yaitu:
- Illat : Seperti ada sifat “ilmu” (tahu) menjadi illat (sebab) seseorang dikatakan “mengetahui” (alim).
- Syarat : Sifat “hidup” menjadi syarat seseorang dikatakan mengetahui
- Hakikat : Hakikat orang yang mengetahui ialah orang yang mempunyai sifat “ilmu”
- Akal pikiran : Seperti penciptaan menunjukkan adanya zat yang menciptakan.
3. Al-Ghazaly
Namanya Abu Hamid Muhammad bin
Ahmad Al-Ghazali, gelar Hujjatul Islam, lahir tahun 450 H, di Tus kota kecil di
Churassan (Iran). Al-Ghazali adalah ahli pikir islam yang memiliki puluhan
karya seperti Teologi islam, Hukum islam, dll
Sikap
Al-Ghazali yang dikemukakan dalam bukunya yang berjudul Faishalut Tafriqah
bainal islam waz zandaqah dan Al-Iqtishad. menurut Al-Ghazali perbedaan dalam
soal – soal kecil baik yang bertalian dengan soal – soal aqidah atau amalan,
bahkan pengingkaran terhadap soal khilaffat yang sudah disepakati oleh kaum
muslimin tidak boleh dijadikan alasan untuk mengkafirkan orang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak. Ilmu kalam. Pustaka setia; bandung. 2007
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta. 2006
Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta. 2003
Salihun A. Nasir. Pengantar Ilmu Kalam. Raja Grafindo Persada; Jakarta. 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar